Well another weekend, another story. Hope you guys couldn't be much bored over this and don't forget to brush your teeth before sleeping hehe..
Love
You Every Sight
https://www.wikihow.com/Tell-if-Your-Best-Friend-Loves-You |
Rasanya sungguh mendebarkan, saat-saat seperti ini sungguh membuat Tanya mual tak keruan. Bukan ujiannya sebenarnya. Tapi semester pertama ini kelas Tanya harus berbagi kelas dengan kelas lain. Bukannya apa, tapi banyak cowoknya. Horornya adalah yang tertulis di denah tempat duduk hanya nomor urut absen. Nomor 1 ya duduk dengan nomor 1. Tidak rumit memang. Tapi siapa tahu kalau cowok tak sopan nomor absennya 22, sama dengan Tanya. Tak terbayangkan pokoknya!
Perlahan akhirnya kelas hampir penuh. Aduh! Ini dia akhirnya gerombolan cowok datang. Sepertinya mereka sengaja begitu, sengaja telat, seolah-olah mereka kejutan yang dinantikan. Memuakkan. Tanya langsung memejamkan mata pura-pura berdoa, tapi akhirnya berdoa sungguhan juga. Semoga duduk dengan cew... belum selesai Tanya membatin, bahunya ditepuk tidak sopan oleh seseorang. “Nomor 22, kan?” tanyanya tanpa merasa salah sedikitpun, sepertinya. Tanya Cuma mengangguk. Cowok. Ternyata Tanya duduk dengan cowok juga akhirnya. Menurut Tanya ini aneh. Terakhir kali dia sebangku dengan cowok dulu sekali, saaat Tanya SD. Gea sebangku dengan cewek, rupanya. Terlihat akrab dan menyenangkan. “Namaku Pugoh,” kata cowok agak kerempeng itu kemudian. Tanya hanya menjawab dengan senyuman.
**
Tanya terpaksa juga harus
berdorong-dorongan dengan teman yang lain hanya untuk sekedar mengumpulkan
hasil ujian. Ingin segera pulang. Gea
menghampiri. Dia sudah keluar duluan rupanya. “Tega kau!” bentak Tanya bercanda. “Aku lihat
tadi cowok yang duduk dengan Anne
selesai paling dulu, aku kan penasaran dia seperti apa, jadi..” Gea sengaja menggantungkan
ucapannya. “Love at first sight, maksudmu?” Tanya
menuduh. “Bukan, cuma ingin tahu. Lagian siapa suruh tinggi menjulang seperti
itu.” Gea mengelak juga sambil menunjuk anak laki-laki yang dimaksudnya.
“Aku pernah melihatya di mana ya...” jawab Tanya
tak memperdulikan kata-kata Gea,
sambil menuding cowok jangkung yang sedikit rendah dari cowok yang
disebut-sebut Gea.
Mereka berjalan beriringan memondong bola basket lusuh. ”Oh.. itu love at first
sight-mu?” balas Gea.
“Enggaklah, Cuma sekedar pernah lihat. Kalaupun iya aku sekarang jatuh cinta,
berarti ini love at sacond sight.” Jawab Tanya
lalu tertawa. Gea
serius rupanya. “Sepertinya sekarang belum. Tapi aku yakin pasti love at third
sight.” Lontar Gea.
Tanya menerawang sambil
terus memandang punggung itu sampai menghilang di belokan koridor lantai dua,
menuruni tangga sepertinya.
Sesampainya
di tempat parkir, Gea
berdada-dada sambil merogoh sakunya, mencari kunci motornya. Tanya senyum lembut, malu
mau melambai juga, terlalu banyak cowok di kantin yang tak jauh dari tempat
parkir motor,
yang padahal belum tentu memperhatikan mereka. Dasar aneh. Tapi akhirnya
melihat Gea sudah sibuk sendiri, Tanya berjalan melalui
setapak kecil di pinggir lapangan basket. Tanya
otomatis menoleh saat mendengar suara ‘Tos’ keras dari lapangan basket, rupanya
ada tanding kecil-kecilan. Nggak peduli ujian mereka, tak seperti Tanya yang terlalu konyol
menganggap ujian itu sesuatu yang sangat penting. Tapi, bukankah yang benar
begitu kan?
Kaget.
Tanpa sadar Tanya
molongo. Punggung itu membuat Tanya
menghentikan langkahnya. Menoleh celingukan mencari-cari Gea. Nggak ditemukan
sahabatnya yang satu itu. Nggak buruk batinnya. Dia kembali mencari-cari
punggung itu. Wajahnya menyiratkan jelas dia pendiam yang misterius. Pendiam
yang penuh ragu tapi juga sorot mata yang teduh, tenang. Dia memakai sepatu
keren, tentu. Dia memakai topi seragam, yang baru jatuh lalu segera dipungutnya,
kemudian dilempar ke arah tumpukan tas-tas. Melesat agak sedikit jauh. Inikah
love at third sight?
Saat matanya
menemukan Tanya,
segera cewek pemalu yang agak sinting dibuatnya itu berlari mencari-cari
gerbang ingin segera pulang, pura-pura sebenarnya. Setelah menemukan ujung
sekolah itu, menyesal juga akhirnya.
Tanya menyesal tiba-tiba kabur begitu.
**
Pagi
ini Tanya terlihat terlalu
bersemangat sepertinya, ya ampun. Tapi justru membuatnya malu, tuh. Malu kalau saja ketahuan yang membuatnya girang ternyata
seorang cowok. Hari sedikit gerimis. Bulan Juni.
Awal Juni memang selalu begitu, harus repot bawa payung atau yang lain yang tidak
kampungan seharusnya. Tapi ini Tanya,
jadi dia memilih memakai jaket tebal saja. Semalam Tanya hanya membalik-balik
buku dan tanpa membacanya sedikitpun, sungguh. Tanya juga sulit tidur. “Ada bocoran lagi,
kan?,” tanya Vian pada Todi tanpa sungkan, yang tak sengaja didengar Tanya. Memalukan, batin Tanya setelah sampai di teras
depan ruang ujiannya. Dan ternyata sudah ramai. Ujian hari ke dua, mereka lebih
bersemangat ternyata. Padahal Tanya
sudah berusaha berangkat sepagi mungkin. “Aku dengar ada yang dapat bocoran
soal..,” bisik Gea
sambil mencebik. “Kamu nggak malu apa sama anak jangkung yang cerdas itu?,” sindir Tanya sambil melipat
jaketnya, “Kenapa jadi berujung soal... nah itu orangnya, tuh,” Gea menyikut lengan
kanannya. Mereka berjalan bertiga. Selalu terlihat keren memang. Dia, si
punggung misterius itu, si jangkung di sisi kirinya, dan yang paling kiri
Pugoh. “Jangan terpesona, gitu ah!,” Gea
menyadarkan lamunannya. “Aku Cuma heran, kenapa berangkatpun harus bersama-sama
seperti itu. Norak!,” dusta Tanya
akhirnya tak punya pilihan. “Tetap keren menurutku,” Gea begumam sendiri.
Setelah
bel berdering dan semua masuk ke ruangan, akhirnya Tanya lepas juga dari Gea. Akhirnya kelas sunyi,
tenang selama 3 jam lamanya. Seperti kemarin.
**
Dicarinya
sosok itu. Tidak ada! Sudah yakin Tanya.
Sudah berulang-ulang pandangannya menyapu seluruh lapangan basket tak layak
itu. Ada si jangkung, si Pugoh, dan masih banyak lagi, tapi nggak ada cowok
yang dicarinya itu. Sungguh. Akhirnya Tanya
berjalan gontai, lemas. Percuma semangatnya pagi
ini. Senang sih, sempat mencium aroma tubuhnya saat melewati mejanya untuk mengumpulkan
hasil ujian tadi, ditambah melihat punggungnya, serta sekilas wajahnya saat
baru tiba tadi. Sedetik kemudian, dia lupa ini hari apa atau apapun yang tak
penting, atau yang terpenting sekalipun. Membeku. Berkeringat. Cowok yang dicarinya sedari tadi itu terus
mendekat, sementara Tanya
pura-pura melakukan hal yang rasional. Memasang wajah senormal mungkin. Dia
melewati Tanya
begitu saja, sambil terus ngobrol dengan temannya. But, it’s enough for now.
**
Ini
merupakan hari terakhir ujian semester pertama. Rasanya, begitu cepat. Terlalu
cepat. Biasanya akan terasa lebih baik begini, tapi sekarang nggak seperti itu
lagi bagi Tanya.
Prince Charming-nya itu masih sering muncul dalam mimpinya. Setelah hari itu. Hari
di mana Tanya tahu namanya. Ternyata
namanya Alfarel Rauki Hutomo. justru setelah hari itu semua jadi kurang
sempurna. Entahlah, waktu selalu tidak tepat untuk mereka berdua.
Rasanya
kurang adil. Selalu tidak adil saat semua yang Tanya inginkan berlalu begitu saja. Tanpa
sesuatu yang dapat dikenang. Sesungguhnya yang membuat ini semua terasa sangat
bodoh adalah tak ada yang dapat Tanya
lakukan sementara yang diinginkan di
depan mata, namun tak menolehnya sedikitpun! “Kamu kapan buka e-mail dari aku,
huh?,” dorongan tangan Gea
begitu kuat. “Hari ini?,” Tanya
balik bertanya. “Soon ya!!,” Setelah Tanya
naik motor Gea,
ternyata Alfarel juga ada di lapangan parkir motor itu, memperhatikan Tanya, mungkin. Karena
sekarang Tanya
memandanginya. Tapi urung karena bentakaan Gea.
“Udah siap, woy??,” “Ah, Oh udah.. ud.. udah, “ jawab Tanya gelagapan. Lalu segera
dicarinya wajah itu, sudah menunduk diantara teman-temannya. Tanya bahkan nggak akan mengira ada kesempatan seperti ini.
**
Sesampainya
di rumah Tanya
segera membuka seragamnya dan mengganti dengan setelan lusuh
berwarna pastel kesayangannya. Lalu memakai sweater di siang bolong. Tapi itu
khas Tanya.
Akhirnya buru-buru dia
sign in e-mailnya.
Ternyata ada e-mail dari orang lain juga. Segera dia baca, berulang-ulang, kata
demi kata yang membuatnya hampir gila. Aku
Alfarel yang
kamu curi kartu anggota perpusnya. Are you the girl that I met at the bookstore
near the Church a month ago? Sudah diduga, pasti
telapak tangannya berkeringat saat mengetik baris demi baris kalimat untuk
membalas e-mail “mengerikan” itu.
So
great to know you more. Sorry about that, I just want to know your name. How
could you remember it?
Tanya baru sadar. Cowok itu,
tentu saja. Cowok yang keliru memberikan uang kembalian. Dia sangat bodoh.
Padahal dia menggunakan mesin kasir. Tapi dia sangat bodoh. Hal itu membuat Tanya geli. Bagaimana dia
masih mengingat wajah Tanya
yang tidak rupawan ini. Sungguh aneh. Kemudian Tanya meng-klik send. Dan tentang pencurian itu Tanya
ingin pura-pura lupa saja. Itu kan ide Gea,
Tanya hanya membantu agar Gea tahu nama si jangkung dan sekalian dia ambil milik temannya yang ingat wajah
Tanya yang flat ini.
Jadi Tanya merasa sekali
mendayung, seribu pulau terlampaui.
**
Hari ini bukan
hari biasa. Hari yang mendebarkan. Memikirkan e-mail akhir pekan itu, membuat
perut Tanya mual lagi. Entah apa nanti
yang akan dilakukannya,
kalau tiba-tiba saja Alfarel jatuh dari langit dan menanyakan e-mail itu. Bisa saja
kan? Who knows? Dia sudah berjanji akan mengembalikan kartunya begitu ketemu.
“Mikir aku
ya?,”sentak Skandar
salah satu sahabat Tanya
juga. Namun, tak sedekat dia dengan Gea.
“Aku menunggu Gea,
kau sendiri?,” jawab Tanya agak lambat
sepersekian detik. “Nothing,”
Skandar memainkan rambut Tanya sekarang. Andai Tanya bisa menyebutnya lebih
dari sekedar sahabat. But, what it mean,
then?
**
“Ginny Weasly!,” Tanya menoleh suara itu. Oh
God, Tanya melihat Alfarel
tersenyum menatapnya. Tanya
belum yakin, sih.
Alfarel memanggilnya, atau memang ada Ginny Weasly di sekitar sini? Dalam hati, Tanya
memutuskan memanggil Alfarel, Nevile Longbottom. Terakhir yang ia tahu setelah
menonton Harry Potter and The Goblet Of
Fire bersama Skandar
dan Gea,
Nevile dan Ginny datang ke pesta dansa
sebagai pasangan. Alfarel
sedikit berteriak mengalahkan ramainya kerumunan. Dia meneriaki Tanya dari lantai dua,
sementara dia
di lantai satu. Melihat tanya
mendongak, Alfarel justru menjauh dari pandangannya. Meninggalkan Tanya yang
terbengong-bengong. Dia bingung. Benarkah itu Alfarel? Sungguh yang
dipanggilnya tadi Tanya?
Banyak siswa berseliweran di sini. Tanya
mungkin salah satu yang mendengarnya, dan spontan
menemukannya. Tapi melihat tatapannya. Tanya
menyukai degup jantungnya saat ini. Sungguh. Menyadari Alfarel tak lagi terlihat, Tanya mundur beberapa
langkah berusaha menemukannya lagi. But he’s disappeared.
**
Liburan sudah
tiba, dan semua semakin memburuk. Dia menolak menghabiskan liburan bersama Gea ataupun Skandar seperti biasanya.
Dia menghabisnya sepanjang hari hanya diam di kamar, menunggu e-mail balasan
dari Alfarel dan memeluk kartu anggota
perpus miliknya yang belum juga dikembalikan.
Useless.
**
Ini sudah hari
kelima liburan dan penantiannya tidak sia-sia, setelah mencuci piring makan
malam, Tanya berjalan gontai
menyusuri anak tangga menuju kamarnya. Dan akhirnya wajahnya kembali cerah
sepeti hari dimana dia –sepertinya- manjadi Ginny Weasly. Ada e-mail dari Alfarel. Dibacanya perlahan, Kita kan sudah 3 tahun sekolah bareng. Dan Skandar nggak pernah berhenti
nulis tentangmu. He would act as Nevile Longbottom if you’re The Ginny Weasly,
hehe sorry for disturbing. Aku nggak sengaja baca jurnalnya akhir tahun lalu,
dan itu semua hanya tentangmu. Hope you’ll realized how worth you are for him. Dia sudah
menunggu terlalu lama, samperin ya Tanya,
Skandar itu kelewat gengsi. Maybe you’ve to know
this, kita udah lama kerja
bareng di
toko buku tua dekat gereja itu. Mungkin kamu jarang lihat kita
akrab di sekolah, but that’s we are hehehe.
Have a great HOLIDAY!!!
Tanya menjauh dari meja
belajarnya, tanpa membalas surat elektronik yang ditunggunya setengah mati itu. Mereka memang tak
pernah bicara di sekolah. Samasekali. Jadi
Skandar yang sedang memerankan Nevile untuknya?